me gustas: April to October
Entry About Follow Dashboard




Contact Me

credits
Oktober 30, 2019 | 0 Cloud(s)
April to October

6 bulan aku menghirup udara bebas di luar--pondok, ada banyak hal yang hinggap di pikiranku. Tentang prinsip, rasa dan kenangan. Andai kata membandingkan mana yang lebih baik, tentu saja semua orang akan merasa lebih baik ketika di dalam pondok, di lingkungan yang baik, di lingkungan yang orang-orangnya berusaha menjadi baik.

6 bulan ini, ada prinsip yang harus aku pertahankan. Contoh kecilnya, adalah lingkungan sekitarku yang mayoritas adalah laki-laki di jurusanku. Aku tidak bisa semudah itu berkumpul dan tertawa bersama di suatu tempat yang di sana banyak lawan jenisku, yang tanpa kejelasan pastinya. Ternyata tidak semudah itu menemukan teman yang mendukung dan mengerti. 6 bulan ini, ketika prinsipku harus terus diperbarui untuk terus menguatkan iman. Sebagai keturunan Hawa yang lebih mengedepankan perasaan dibanding logika, menata hati bukan perkara mudah. Serius, ada banyak kejadian yang nggak pernah aku alami selama 6 tahun di pesantren, membuktikanku bahwa dunia itu keras. Dunia luar itu ajang survival, bertahan hidup. Aku beruntung karena lebih dulu merasakan contoh kecilnya di Assalaam. Ternyata memang tidak salah jika mengikuti kemauan orangtua pada awalnya.

Selama 6 bulan ini, aku sadar kalau aku merindukan berlari-lari ke masjid mengejar waktu karena takut telat, aku rindu piket rayon, aku rindu mengantre dimanapun, aku rindu berburu shaf paling depan saat tausiyah, aku rindu menatap senja dari sela pintu masjid, aku rindu keluar komplek yang dibatasi jamnya, aku rindu pengajian malam minggu, aku rindu murojaah di depan kamar sambil memanggil anak-anak kecil yang lewat depan kamar kami, aku rindu kumandang adzan santriwan yang sering kami tebak siapa tapi entah benar atau tidak, aku rindu belajar di kelas, rindu "ngerayu" para asatidz untuk memberi kami jatah waktu nonton padahal sedang banyak ujian, aku rindu tidur di karpet belakang kelas, rindu dimarahi ustadzah, rindu lantunan ayat-Mu di manapun sudut yang kami singgahi.

Jogja adalah tempat dimana aku melanjutkan mimpiku yang tertunda untuk saat ini. Sesuatu yang bahkan tidak pernah terpikirkan, bahwa aku benar-benar mengikuti jejak pendidikan ibuku; Assalaam dan UII. Awalnya memang enggan, namun teknik informatika adalah salah satu minat--meski bukan bakat--yang aku ingin tahu sejak dulu--selain minat belajar agama di Al-Azhar. Kata ibu, belajar agama di Kairo, sepulangnya ke Indonesia bisa tetap belajar IT kak, karena teknologi itu perlu. Qodarullah jalanku adalah belajar IT dulu untuk saat ini, hehe. Untuk ke depannya, aku belum tahu angin akan membawaku ke mana. 

Kalau orang bilang Jogja adalah kota kenangan, tapi aku berani bilang kalau Solo lebih dari itu. Tempat aku berproses, merajut asa dan harapan, tempat menggores impian dan mimpi, tempat awal mulaku mengenal tentang rasa, persahabatan, cinta yang tanpa kata, dan tempatku lebih mengenal Tuhanku dan utusanNya. 

Rindu, namun aku sadar rindu hanyalah ungkapan dari rasa yang harus dipertanggung jawabkan dengan sesuatu yang pantas. Karya, mimpi dan harapan harus terwujud satu persatu demi menjadikan rindu itu berarti. Agar harapan para orangtua kami selama ini tidak terabaikan. 

0 Komentar:


Posting Komentar